Setelah kami memiliki satu kesepakatan, sayya tak serta merta memberikan gadget yang dimintanya. Saya masih berusaha mendapatkan kesepakatan berikutnya, yaitu kesepakatan waktu penggunaan. Pada tahapan ini, saya sudah mengambil gadget dan menampilkan pada Kayla gadget yang ia minta, lalu mengajaknya untuk melihat jam dinding. Disana saya meminta Kayla menyebutkan posisi jarum panjang jam di posisi angka berapa. Setelah ia mampu menjawab, barulah saya tanyakan padanya ingin bermain gadget sampai jarum panjang jam berada di posisi angka berapa. Jika jawaban kayla terlalu lama, maka saya akan menawarnya dan begitu juga sebaliknya hingga kami bersepakat. Di tahap itu, saya dan Kayla menghasilkan beberapa kesepakatan. Satu durasi yang boleh ia pakai untuk bermain gadget. Kedua, selama durasi waktu yg disepakati saya tidak akan mengganggu atau menghentikan ia dari bermain gadget.
Tentu saya sebagai “orang tua” harus mampu memegang kesepakatan, agar anak juga mendapat tauladan. Ternyata dengan teknik itu, saya bisa leboh mengontrol emosi, dan bahkan menahan untuk melakukan tipu-tipuan untuk menertibkan Kayla bermain gadget. Kayla pun demikian. Ia juga tidak lagi bersikap tantrum, marah-marah atau berontak seperti sebelumnya. Bahkan tidak lagi membanting benda di dekatnya saat saya menghentikan dia bermain gadget. Itu semua karena kesepakatan yang kami buat, sebelum Kayla bermain gadget.
Dalam upaya menertibkan anak yang bermain gadget tak terkontrol, salah satu teknik parenting dengan menggunakan “Kesepakatan” bersaman dengan anak, ternyata terbukti mampu mengendalikan Kayla dalam bermain gadget dan membuat saya sebagai “orang tua” mudah mengendalikan situasi yang dialami Kayla dan juga sekaligus memberikan dampak positif pada perkembangan emosinya. Karena di momen saya mengajaknya membuat kesepakatan, ia punya ruang untuk bicara dan bersepakat dengan orang yang lebih dewasa dari dirinya.
Dalam penerapan teknik tersebut, saya harus bisa konsekuen dengan kesepakatan yang ada, agar anak bisa memiliki kesadaran akan aturan bermain gadget. Anak juga akan punya role model dalam membangun kedisiplinan dan tanggung jawab. Anak akan memiliki kesempatan terhubung lekat dengan orang tua, saat orang tua mau duduk dan mau mendengarkan anak.
Best Practice Parenting, Arbi zulham.
#Literasi #keluarga #anakmainhp #gadgetanak #parenting #digital
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Sejumlah anak bermain game online bersama melalui Handphone, di Gang Babakan, Kel. Gegerkalong, Kota Bandung, Rabu (14/7/2021). Fenomena anak kecanduan gadget baik bermain game online ataupun bersosial media hingga lupa waktu bisa berdampak buruk bagi kesehatan anak, serta peran penting perhatian orang tua dalam membatasi anak bermain gadget. (foto : eci/pasjabar)
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our
Selanjutnya, tips mudah yang ketiga untuk membatasi anak bermain gadget ialah dengan memberi contoh dari perilaku orangtua terhadap anaknya. Sebagai agen sosialisasi yang pertama, anak akan mengalami proses ‘meniru’ dari perilaku orangtua. Maka dari itu, jika orangtua menginginkan agar anak bisa berhenti atau mengurangi penggunaan gadget, orangtua perlu mencontohkannya terlebih dahulu.
Apa yang dilakukan orangtua dan dilihat oleh anak biasanya akan ditiru dan dianggap sebagai sesuatu yang boleh dilakukan. Oleh karena itu, sebaiknya orangtua memberikan contoh yang baik terlebih dahulu, dimulai dari tidak menggunakan ponsel secara sering di rumah.
Hanya terisolasiMengecualikan Terisolasi
Let’s watch this show on the app!
Scan this QR to download the Vidio app.
©2024 iStockphoto LP. Desain iStock adalah merek dagang iStockphoto LP.
Di setiap kali Kayla meminta gadget kepadaku, aku mencoba menerapkan teknik tersebut. Saat Kayla meminta gadget, aku akan menanyakan terlebih dahulu apa yang dia lakukan dengan gadget itu. Apakah kan bermain video game atau menonton serial kartun atau menonton video-video pendek secara acak. Saat kayla tahu secara persis apa yang akan dia lakukan. Aku akan mengatakan padanya, apakah bersedia untuk tidak melakukan atau mengakses aplikasi dan konten selain yang telah dia sebut diawal. Sampai tahap itu, aku dan Kayla setidaknya telah memiliki satu kesepakatan yaitu Kayla hanya boleh mengakses apa yang ia mintakan izinnya.
Sudah sangat umum, kita mendapati fenomena anak usia dini bermain smartphone. Anak bermain gadget dengan durasi tak terbatas. Konten-konten yang diakses anak lepas dari pengawasan orang dewasa. Menghadapi kondisi seperti itu tak sedikit orang tua yang mulai kewalahan. Merasa habis akal untuk menertibkan anaknya yang berlebihan bermain gadget.
Hal demikian dialami banyak orang, keponakanku pun mengalaminya, Kayla Sabrina Bashir. Kayla salah satu dari banyak anak yang belum bisa tertib waktu saat bermain gadget. Bahkan terkadang Kayla bisa bermain dan akan berhenti hanya ketika baterai gadgetnya habis. Saya, nenek Kayla, dan tantenya sudah mencoba untuk mengingatkan agar menghabiskan sedikit waktu saja ketika bermain gadget. Bahkan sudah beberapa cara dilakukan, seperti membuat tipuan mata berdarah karena bermain gadget, mengancam membatalkan janji untuk membelikan mainan baru, menghentikan paksa dan merebut gadget dari tangannya, dan lainnya.
“Key.. udahlah nak main HPnya!,” seru tantenya.
Kayla pun tak bergeming, hening tak memperdulikan.
“Kayla!! Udahlah,” pekik tantenya.
“Orang baru bentar pun,” Jawab Kayla sambil mengerut.
Tante dan neneknya mulai kehabisan akal menghadapi situasi itu, sehingga nenek dan tante justru makin lama makin tak bersemangat dari upayanya. Tak jarang karena perasaan kesal atas kegagalan menertibkan. Nenek dan tante Kayla justru melarang bermain gadget dengan emosi tak terarah. Kayla pun menjadi merasa dihakimi atas itu. Ia akan merasa dirampas kebebasannya bermain gadget, sehingga ia akan melakukan apa pun untuk mempertahankan kesenangannya. Terkadang Kayla mengumpat karena gadgetnya diambil paksa atau membasti benda-benda yang ada di dekatnya.
Melihat kenyataan itu, saya teringat pada teknik-teknik parenting yang pernah saya pelajari melalui sosial media, seminar, maupun buku. Khususnya teknik untuk menertibkan anak. Ialah teknik menertibkan dengan membuat kesepakatan dengan anak sebelum melakukan aktivitas. Dalam kasus Kayla secara khusus aku menerapkannya pada upaya mendisiplinkan durasi bermain gadgetnya, guna waktu bermainnya tidak berlebihan dan konten yang diakses dapat dikontrol.